Jumlah Pengunjung

Ke gunung atau rugi

Belakangan ini, saya begitu tergila-gilanya menyukai Inline Skate. Bermula dari anak-anak di sekitaran kost yang main Skate Board dan saya tertarik untuk bisa. Sehari belajar, saya kebingungan untuk menggoyang kaki kanan dan kiri bergantian. Jadi, saya pindah haluan ke Inline Skate.

Di bawah ajaran para master cilik; anak-anak sekitaran kost, saya berlatih.

“Tante, posisi kaki harus membentuk huruf V.” Master Shila, anak ibu kost memberi petunjuk.

“Kalau jalan, kakinya diangkat. Jangan diseret, Te.” Master Hany menimpali. Sedari tadi tangannya memegang saya agar tidak jatuh.

“Intinya sih keseimbangan,” ucap Master Aya. “niat dan jangan menyerah,”

Sebenarnya masih ada master-master cilik lain. Suatu saat, saya akan mengenalkan guru-guru cilik itu.

“Kalau tante dipegangi terus, kapan tante bisa? Tante pengen mandiri.” Sebagai orang yang semasa kecilnya tidak mengenal permainan ini, saya sangat antusias.

Brukkk!!!

Alhamdulillah, saya gak pake pelindung lutut dan berhasil merasakan perihnya luka -_-. Dengan susah payah bangun—tentunya dibantu para master—saya tetep bersikeras untuk tidak dipegangi. Jatuh lagi, memar di tangan, bokong sakit, sampai akhirnya seluruh badan pegel-pegel.

Tiga hari belajar, saya bisa berjalan di aspal datar. Senang rasanya. Apalagi setiap sore, para master cilik selalu mendatangi kamar kost untuk bermain bersama.

Tapi, badan saya sekarang sakit semua -_-. Sementara jadwal naik gunung menanti. Belum lagi badan yang terlalu diporsir buat lemas. Kehabisan tenaga. Ketika cek kesehatan, tekanan darah sangat rendah, 90/70 Mm/Hg.

Ke gunung atau rugi?

Berhubung tiket dan biaya perjalanan sudah dibayar, ya udah deh saya ke gunung. Moga bisa survive dan nyampe puncak dengan selamat.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mohon komentarnya ^_^.